The 5 (S) Process: Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke

5S adalah                    
Seiri
Seiton
Seiso
Seiketsu
Shitsuke
        suatu metode penataan dan pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang berasal dari Jepang yang digunakan oleh manajemen dalam usaha memelihara ketertiban, efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh.[1] Penerapan 5S umumnya diberlakukan bersamaan dengan penerapan kaizen agar dapat mendorong efektivitas pelaksanaan 5S.[1] Di Indonesia metode ini dikenal dengan istilah 5R, sedangkan di Amerika dan Eropa dikenal dengan 5C.[1]

Isi dari 5S antara lain :

1. (seiri), Ringkas, merupakan kegiatan menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan sehingga segala barang yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam aktivitas kerja.[1][2]
The first step of the "5S" process, seiri, refers to the act of throwing away all unwanted, unnecessary, and unrelated materials in the workplace.  People involved in Seiri must not feel sorry about having to throw away things. The idea is to ensure that everything left in the workplace is related to work. Even the number of necessary items in the workplace must be kept to its absolute minimum. Because of seiri, simplification of tasks, effective use of space, and careful purchase of items follow.
    
2. (seiton), Rapi, segala sesuatu harus diletakkan sesuai posisi yang ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat diperlukan.[1][2]
Seiton, or orderliness, is all about efficiency.  This step consists of putting everything in an assigned place so that it can be accessed or retrieved quickly, as well as returned in that same place quickly.  If everyone has quick access to an item or materials, work flow becomes efficient, and the worker becomes productive.  The correct place, position, or holder for every tool, item, or material must be chosen carefully in relation to how the work will be performed and who will use them.  Every single item must be allocated its own place for safekeeping, and each location must be labeled for easy identification of what it's for.
 
3. (seiso), Resik, merupakan kegiatan membersihkan peralatan dan daerah kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi yang baik.[1][2]
Seiso, the third step in "5S", says that 'everyone is a janitor.'  Seiso consists of cleaning up the workplace and giving it a 'shine'.  Cleaning must be done by everyone in the organization, from operators to managers. It would be a good idea to have every area of the workplace assigned to a person or group of persons for cleaning. No area should be left uncleaned. Everyone should see the 'workplace' through the eyes of a visitor - always thinking if it is clean enough to make a good impression.
 
4. (seiketsu), Rawat, merupakan kegiatan menjaga kebersihan pribadi sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya.[1][2]
The fourth step of "5S", or seiketsu, more or less translates to 'standardized clean-up'. It consists of defining the standards by which personnel must measure and maintain 'cleanliness'.  Seiketsu encompasses both personal and environmental cleanliness. Personnel must therefore practice 'seiketsu' starting with their personal tidiness. Visual management is an important ingredient of seiketsu.  Color-coding and standardized coloration of surroundings are used
for easier visual identification of anomalies in the surroundings. Personnel are trained to detect abnormalities using their five senses and to correct such abnormalities immediately.
  

5. (shitsuke), Rajin, yaitu pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S.[1][2]
The last step of "5S", Shitsuke, means 'Discipline.' It denotes commitment to maintain orderliness and to practice the first 4 S as a way of life.  The emphasis of shitsuke is elimination of bad habits and constant practice of good ones.  Once true shitsuke is achieved, personnel voluntarily observe cleanliness and orderliness at all times, without having to be reminded by management.

Penerapan 5S harus dilaksanakan secara bertahap sesuai urutannya.[1][3] Jika tahap pertama (seiri) tidak dilakukan dengan baik, maka tahap berikutnya pun tidak akan dapat dijalankan secara maksimal, dan seterusnya.[1][3]    


The 5S Process, or simply "5S", is a structured program to systematically achieve total organization, cleanliness, and standardization in the workplace. A well-organized workplace results in a safer, more efficient, and more productive operation.  It boosts the morale of the workers, promoting a sense of pride in their work and ownership of their responsibilities.

"5S" was invented in Japan, and stands for five (5) Japanese words that start with the letter 'S': Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, and Shitsuke.  Table 1 shows what these individual words mean. An equivalent set of five 'S' words in English have likewise been adopted by many, to preserve the "5S" acronym in English usage. These are: Sort, Set (in place), Shine, Standardize, and Sustain.  Some purists do not agree with these English words -
they argue that these words have lost the essence of the original 5 Japanese words.
                                        
Table 1. 5S Definitions
Japanese Term
English Equivalent
Meaning in Japanese Context
Seiri
Tidiness
Throw away all rubbish and unrelated materials in the workplace
Seiton
Orderliness
Set everything in proper place for quick retrieval and storage
Seiso
Cleanliness
Clean the workplace; everyone should be a janitor
Seiketsu
Standardization
Standardize the way of maintaining cleanliness
Shitsuke
Discipline
Practice 'Five S' daily - make it a way of life; this also means 'commitment'

SEVEN HEBIT : TUJUH KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF (7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE) STEPHEN R. COVEY

Pengantar

Inilah buku motifator atau How To atau Kaifa yang paling banyak diamini oleh sebagian besar orang. Kognitif Attact yang ada di dalamnya cukup membuat setiap orang mengangguki dan ingin melaksanakan setiap anjurannya. Bahkan seminar dan pelatihanpun sering diadakan untuk melakukan anjuran-anjuran Stephen R. Covey ini. Tidak ketinggalan pula ibu saya pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh organisasi Muhammadiyah (Aisyiah). Teman saya pun pernah mengatakan buku ini sebagai kitab sucinya para motivator psikologis. Saya disini hanya ingin memberikan gambaran singkat dan sekilasnya saja, mungkin bisa membantu para pengagum 7 Habits ini.

TUJUH (7) KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF

Kebiasaan 1 : Jadilah Proaktif

Bersikap proaktif adalah lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang-orang proaktif adalah pelaku-pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka lakukan ini dengan mengembangkan serta menggunakan keempat karunia manusia yang unik – kesadaran diri, hati nurani, daya imajinasi, dan kehendak bebas – dan dengan menggunakan Pendekatan Dari Dalam Ke Luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri, yang adalah keputusan paling mendasar yang bisa diambil setiap orang.

Kebiasaan 2 : Merujuk pada Tujuan Akhir

Segalanya diciptakan dua kali – pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim, dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dulu menciptakan visi serta tujuan setiap proyek secara mental. Mereka bukan menjalani kehidupannya hari demi hari tanpa tujuan-tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara mental mereka identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang paling penting bagi mereka sendiri dan membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari penciptaan secara mental, yang dapat disusun oleh seorang individu, keluarga, atau organisasi. Pernyataaan misi ini adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya. Menciptakan budaya kesamaan misi, visi, dan nilai-nilai, adalah inti dari kepemimpinan.

Kebiasaan 3 : Dahulukan yang Utama

Mendahulukan yang utama adalah penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental (tujuan Anda, visi Anda, nilai-nilai Anda, dan prioritas-prioritas Anda). Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dikebelakangkan. Individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada apa yang paling penting, entah mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang utama.

Kebiasaan 4 : Berpikir Menang/Menang

Berpikir menang/menang adalah cara berpikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama, dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Berpikir menang/menang adalah didasarkan pada kelimpahan – “kue” yang selamanya cukup, peluang, kekayaan, dan sumber-sumber daya yang berlimpah – ketimbang pada kelangkaan serta persaingan. Berpikir menang/menang artinya tidak berpikir egois (menang/kalah) atau berpikir seperti martir (kalah/menang). Dalam kehidupan bekerja maupun keluarga, para anggotanya berpikir secara saling tergantung – dengan istilah “kita”, bukannya “aku”. Berpikir menang/menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan. Berpikir menang/menang artinya berbagi informasi, kekuasaan, pengakuan, dan imbalan.

Kebiasaan 5 : Berusaha untuk Memahami Terlebih dulu, Baru Dipahami

Kalau kita mendengarkan dengan seksama, untuk memahami orang lain, ketimbang untuk menanggapinya, kita memulai komunikasi sejati dan membangun hubungan. Kalau orang lain merasa dipahami, mereka merasa ditegaskan dan dihargai, mau membuka diri, sehingga peluang untuk berbicara secara terbuka serta dipahami terjadi lebih alami dan mudah. Berusaha memahami ini menuntut kemurahan; berusaha dipahami menuntut keberanian. Keefektifan terletak dalam keseimbangan di antara keduanya.

Kebiasaan 6 : Wujudkan Sinergi

Sinergi adalah soal menghasilkan alternatif ketiga – bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, memanfaatkan peluang. Tim-tim serta keluarga-keluarga yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing individu sehingga secara keseluruhannya lebih besar seperti ini mengenyampingkan sikap saling merugikan (1 + 1 = 1/2). Mereka tidak puas dengan kompromi (1 + 1 = 1 ½), atau sekedar kerjasama (1 + 1 = 2). Melainkan, mereka kejar kerjasama yang kreatif (1 + 1 = 3 atau lebih).

Kebiasaan 7 : Mengasah Gergaji

Mengasah gergaji adalah soal memperbaharui diri terus-menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial/emosional, mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas kita utnuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Bagi sebuah organisasi, Kebiasaan 7 menggalakkan visi, pembaharuan, perbaikan terus-menerus, kewaspadaan terhadap kelelahan atau kemerosotan moral, dan memposisikan organisasinya di jalan pertumbuhan yang baru. Bagi sebuah keluarga, Kebiasaan 7 meningkatkan keefektifan lewat kegiatan-kegiatan pribadi maupun keluarga secara berkala, seperti membentuk tradisi-tradisi yang merangsang semangat pembaharuan keluarga.

Rekening Bank Emosional

Rekening Bank Emosional mencerminkan tingkat kepercayaan dalam suatu hubungan. Seperti rekening keuangan di Bank, kita memasukkan simpanan ke atau melakukan penarikan dari rekening ini. Perbuatan-perbuatan seperti berusaha untuk memahami terlebih dulu, sikap murah hati, menepati janji, dan bersikap setia walaupun orang yang bersangkutan tidak hadir, meningkatkan saldo kepercayaan. Tidak murah hati, melanggar janji, dan bergosip tentang seseorang yang tidak hadir, mengurangi atau bahkan menghapuskan kepercayaan dalam suatu hubungan.

Paradigma

Paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang belum tentu cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan wilayahnya. Paradigam adalah lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan kita selama ini.

Referensi: Diambil dari ringkasan buku 7 Habits